Berita / Ceramah

Dhammadesana Waisak 2564 BE / 2020 YM. Bhikkhu Cittanando Mahathera


Waisak Online 2564 BE / 2020
Vihara Sasana Subhasita
Kamis, 07 Mei 2020
Dhammadesana: YM. Bhikkhu Cittanando Mahathera
Penulis & Editor: Lij Lij


Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x)

Detik-detik Waisak tahun ini yaitu pada Kamis, 7 Mei 2020 tepatnya pukul 17:44:51 WIB kita sambut dengan sangat sederhana. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya dimana kita bisa hadir di Vihara masing-masing. Namun pada tahun ini dengan perwakilan para pengurus Vihara termasuk Kepala Vihara beserta umat Buddha khususnya meskipun tidak dapat hadir di Vihara pada kesempatan ini tetap bisa mengikuti kegiatan ini di rumah masing-masing sehingga tidak mengurangi keyakinan kita kepada Sang Tiratana.

Peringatan Waisak 2564 BE / 2020 ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya bahkan di beberapa negara sama sekali tidak mengadakan Waisak. Tahun ini juga tidak ada Waisak di Borobudur. Kita semua dianjurkan untuk tetap di rumah masing-masing, namun pada kesempatan ini kita diajak untuk melakukan perenungan atau meditasi untuk menyambut detik-detik Waisak tahun ini. Dengan merenungkan sifat-sifat bajik dari Sang Buddha, Dhamma dan Sangha akan menumbuhkan kembali keyakinan dalam diri kita masing-masing. Keyakinan kepada Buddha, kepada Dhamma, dan kepada Sangha. Dengan modal keyakinan itu akan mendorong kita melakukan tindakan-tindakan yang baik, yang berkualitas, yang meningkatkan kehidupan kita menjadi lebih berguna. Oleh karena itu dalam momen Waisak ini, Sangha Theravada Indonesia mengangkat sebuah tema yaitu “Persaudaraan Sejati Dasar Keutuhan Bangsa”.
Mari kita jaga persaudaraan kita di dalam masyarakat dengan diawali dari dalam keluarga kita masing-masing. Sang Buddha telah mengajarkan kepada kita bagaimana menumbuhkan rasa persaudaraan. Ajaran Sang Buddha yang sangat luhur ini mengajarkan persaudaraan tidak hanya kepada kita sesama manusia.

Merujuk kepada Karaṇīya Mettā Sutta, guna menumbuhkan rasa persaudaraan sepatutnya perlu mengembangkan sifat batin yang luhur diantaranya: sifat tidak membenci, tidak sepatutnya yang satu menipu yang lainnya, tidak menghina siapapun juga dimanapun juga, dan tidak selayaknya karena marah dan benci mengharap orang lain celaka. Inilah salah satu Ajaran Sang Buddha untuk menumbuhkan sifat mental luhur agar terjauhi dari sifat membenci.

Sifat mental yang membenci sebetulnya tidak tampak tidak kelihatan. Sifat mental seperti ini tidak akan mendatangkan persahabatan, persaudaraan. Oleh karena itulah di dalam Buddha Sasana, salah satu yang harus kita jauhi adalah sifat membenci. Selain sifat membenci, juga ada keserakahan / keterikatan dan juga ketidaktahuan. Ini semua yang selalu mendatangkan persoalan dalam kehidupan kita. Inilah penyebab segala macam persoalan di dalam kehidupan kita masing-masing.

Melalui momen Waisak ini, mengingatkan kepada kita salah satu Ajaran Guru Agung untuk menciptakan persaudaraan. Untuk menciptakan persaudaraan yang sejati, Marilah kita mengembangkan sifat mental yang luhur melalui sifat mental menjauhi perilaku buruk; apalagi kalau kita mengingat Ajaran Sang Buddha dalam Dhammapada 183 “Hindari segala macam bentuk perbuatan buruk, tambah perbuatan baik, dan juga membersihkan batin; itulah Ajaran pada Buddha”.

Dengan Waisak ini mari kita tumbuhkan rasa persaudaraan, rasa kekeluargaan; baik di dalam diri kita masing-masing, dengan keluarga kita, dengan sesama umat manusia; untuk menciptakan keutuhan dan persaudaraan di dalam berbangsa dan bernegara. Pesan ini juga disampaikan oleh Sangha Theravada Indonesia untuk menjalin persaudaraan sejati sebagai dasar keutuhan bangsa.

Peringatan Waisak Kembali mengingatkan kita akan 3 peristiwa penting kehidupan Guru Agung kita.
Yang pertama, kelahiran Bodhisatva (calon Buddha) di taman Lumbini 623 SM bertepatan pada bulan Waisak purnama.
Kemudian pada saat Bodhisatva berusia 35 tahun, beliau berhasil mencapai Pencerahan Agung juga di bulan Waisak purnama tahun 588 SM di Bodhgaya.
Dan peristiwa yang ketiga yang juga di bulan Waisak purnama adalah Guru Agung kita parinibbana di Kusinara pada usia 80 tahun (543 SM) setelah selama 45 tahun membabarkan Dhamma.

3 peristiwa penting ini terjadi di bulan yang sama bahkan hari yang sama yaitu di bulan Waisak purnama, hanya tahunnya yang berbeda.
Dengan kehadiran Buddha di muka bumi ini sangat memberikan manfaat kepada kita khususnya umat Buddha karena kehadiran Beliau di alam manusia ini telah memberikan manfaat bagi kita semua untuk mencapai kebahagiaan sejati dan tentunya juga untuk dapat terbebas dari penderitaan. Itulah tujuan Beliau mengajarkan Dhamma kepada kita.
Kita sebagai umat Buddha sesungguhnya adalah suatu keberuntungan karena kelahiran kita sekarang ini dapat mengenal dan belajar Dhamma.

Kiccho manussapatilābho – sungguh sulit untuk dapat lahir sebagai manusia. Jarang kita pikirkan kalau lahir sebagai manusia itu sulit. Mengapa sulit? Karena kelahiran sebagai manusia mempunyai syarat yang khusus; dalam hal ini adalah mempunyai perbuatan baik terutama melalui moralitas yang baik.

Kiccham maccana jîvitam – sungguh sulit kehidupan sebagai manusia.

Kiccham saddhammasavanam – lebih sulit lagi kita menemukan dan belajar Dhamma yang benar karena jika tidak ada Sang Buddha maka tidak mungkin kita akan dapat mengenal Dhamma.

Sungguh keberuntungan luar biasa kita dapat mengenal dan belajar Buddha Dhamma untuk mencerahkan batin kita masing-masing. Jika kita mempunyai batin yang tercerahkan melalui Dhamma, maka akan menjadi ‘batu loncatan’ sebagai alat dimana seorang manusia khususnya untuk melangkah ke jalan yang lebih baik, ke jalan menuju kebahagiaan sejati.

Dhamma yang diajarkan Sang Buddha sebagai jalan untuk Mengurangi penderitaan.
Semua makhluk pasti tidak ingin menderita. Semua makhluk khususnya manusia pasti menginginkan kehidupan yang bahagia. Meskipun keinginan kita untuk bahagia terbebas dari penderitaan, tetapi yang terjadi sebaliknya yang datang justru penderitaan. Mengapa demikian? Penderitaan dan kebahagiaan tidak asal datang begitu saja. Penderitaan dan kebahagiaan didahului oleh sebab-sebab. Penderitaan dan kebahagiaan itu datang bukan campur tangan makhluk lain. Penderitaan disebabkan oleh cara-cara hidup yang keliru, dalam ini adalah cara hidup yang bertentangan dengan kebenaran; karena kita salah dalam bertindak melalui badan jasmani, salah bertindak melalui ucapan, dan juga salah bertindak melalui pikiran. Itulah yang mendatangkan segala macam bentuk persoalan dan penderitaan.
Buddha Dhamma mengajarkan kepada kita bagaimana bertindak, berucap, berpikir yang tidak mendatangkan penderitaan. Jika kita senantiasa berusaha mengikuti Ajaran Sang Buddha yang secara singkat dan jelas Beliau ajarkan melalui Jalan Tengah Beruas 8 sebagai cara untuk mengurangi penderitaan bahkan melenyapkan penderitaan. Marilah kita berjuang dan berlatih mempraktekkan Dhamma ini.

Apakah Jalan Mulia Beruas 8 ini? Sebetulnya mudah diingat. Jika sulit diingat, masih dapat disederhanakan menjadi 3 kalimat:
“Sabba pāpassa akaranan” – menghindari keburukan
cobalah berlatih untuk menghindari perbuatan buruk apapun – ini adalah bagian dari SILA.
Praktekkan sila; karena jika kita melanggar sila maka sudah pasti menyebabkan penderitaan kepada orang lain, kepada makhluk lain, dan akhirnya kepada diri sendiri; karena setiap tindakan yang kita lakukan itu akan berakibat di kemudian waktu. Marilah kita melatih Sila!
“Kusalassa upasampadā” – menambah kebaikan
Melatih Sila / kemoralan / pengendalian diri saja belum cukup. Kita juga perlu menambah kebajikan, berbuat baik secara aktif. Sila juga berbuat baik tetapi bersifat pasif karena seolah tidak melakukan apapun juga – menghindari perbuatan buruk. Untuk melengkapi Sila, kita perlu melakukan perbuatan baik yang aktif antara lain melatih kemurahan hati dan kedermawanan. Ketika kita berdana kepada orang lain apalagi kepada mereka yang membutuhkan; Ketika kita menyerahkan dana tersebut apa yang alami? Orang yang membutuhkan ini akan sangat-sangat senang bahagia.
Bukankah praktek Dhamma ini mendatangkan kebahagiaan? Iya.
Demikian pula kalau kita berdana dengan baik, berbuat baik dengan benar; maka kita juga akan ikut senang bahagia.
Apalagi kondisi saat ini dimana banyak masyarakat sekitar kita yang membutuhkan uluran tangan dari kita; mereka terutama yang menderita; Ketika kita memberikan bantuan kepada mereka maka paling tidak mereka akan merasa senang; dan itulah manfaat kita melakukan kebaikan – mendatangkan kebahagiaan kepada orang lain dan juga bagi diri sendiri. Hal ini sangat ditekankan dalam Ajaran Buddha.
“Sacitta pariyō dapanan” – membersihkan batin
Menghindari keburukan dan menambah kebaikan masih belum cukup. Kita juga perlu membersihkan batin. Karena jika kita hanya melakukan yang ‘tampak’ maka tidak akan maksimal. Yang menjadi sumber perilaku buruk dan baik sebetulnya ada di dalam pikiran kita masing-masing. Dan mereka menyelinap, tidak tampak, seperti siluman. Ini yang jarang kita ketahui, jarang kita sadari; yang selalu menggoda, menghasut pikiran kita sehingga kita menjadi sulit untuk berbuat baik – sulit mempraktekkan Dhamma. Maka dalam rangka menyambut Waisak ini, mari kita renungkan; melihat ke dalam dan kemudian kita kurangi kekuatan ‘monster’ negatif dalam diri kita yang tidak lain dan tidak bukan adalah ‘monster’ keserakahan dan keterikatan, kebencian dan ketidaksenangan, serta ketidaktahuan. Inilah yang sering menyelinap ke dalam batin kita masing-masing sehingga kita sulit mempraktekkan Dhamma – sulit juga melakukan kebajikan yang pada akhirnya sulit bagi kita untuk mendapatkan kebahagiaan batin, kebahagiaan dalam kehidupan ini.

“Etan Buddhānasāsanan” - pada dasarnya ketiga hal yang dijelaskan tersebut adalah inti Ajaran Buddha; yang merupakan ringkasan dari Jalan Tengah yang terdiri dari 8 unsur yaitu:
1. Pandangan benar – milikilah pengertian / pandangan yang benar
2. Pikiran benar – milikilah pikiran yang penuh dengan cinta kasih dan kasih sayang, bebas dari kebencian, keserakahan
3. Ucapan benar – milikilah ucapan yang tidak merugikan orang lain, keluarga kita termasuk diri kita sendiri
4. Perbuatan benar – milikilah perilaku yang benar melalui jasmani kita dengan menghindari pembunuhan, pencurian, dan perbuatan asusila
5. Penghidupan benar – milikilah cara hidup yang benar, tidak tercela baik secara masyarakat pada umumnya maupun secara Dhamma
6. Daya Upaya benar – kita perlu mengembangkan usaha yang benar, berjuang, bersemangat mengikis sifat-sifat buruk kita baik dalam pikiran maupun kebiasaan buruk yang kita lakukan
7. Perhatian benar – melatih kesadaran untuk mengawasi pikiran, perbuatan dan ucapan kita. Dengan kesadaran ini kita dapat 'mengerem' – mengetahui apa yang kita lakukan salah atau benar. Ketika kita memiliki kesadaran – mengetahui bahwa yang diperbuat ini salah maka seharusnya kita berhenti. Itulah fungsi kesadaran – mengetahui apa yang harus kita lakukan maupun yang sedang kita lakukan; yang muncul dalam pikiran kita masing-masing.
8. Konsentrasi benar – mengembangkan batin yang luhur, membersihkan batin dari ‘monster-monster’ yang selalu menjerumuskan kita dimana kita menjadi tidak bisa bahagia. Untuk membasmi ‘monster-monster’ ini prakteklah meditasi yang benar. Berusahalah meditasi untuk melenyapkan sebab-sebab penderitaan.

Dengan mempraktekkan 8 Jalan Mulia ini maka kehidupan kita akan menjadi lebih baik, lebih bahagia, lebih tentram, lebih damai; dan tentu kehidupan kita menjadi lebih berkualitas.
Dan apa yang diharapkan dari pesan Sangha Theravada Indonesia “Persaudaraan Sejati sebagai Dasar Keutuhan Bangsa” juga dengan mudah kita ciptakan.

Marilah kita tumbuhkan sifat-sifat bajik melalui Dhamma Sang Buddha : mengembangkan perilaku luhur menghindari sifat-sifat buruk, menambah perbuatan baik dan membersihkan batin; inilah inti Ajaran Sang Buddha. Jika 3 hal ini kita praktekkan, maka dunia ini akan menjadi aman dan bahagia; namun sebaliknya jika kita tidak mempraktekkannya maka dunia akan menjadi sumber permusuhan, sumber konflik, dan segala macam sumber penderitaan.

Waisak tahun ini memang tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, namun momen ini kita gunakan untuk melihat ke dalam diri masing-masing sehingga dengan melihat ke dalam kita dalam me-review apakah kita sudah membuat perubahan yang baik, apakah kita sudah lebih banyak bahagia atau menderita, apakah kita sudah menjadi umat Buddha yang lebih baik. Dalam kesempatan ini kita merenung sehingga dengan merenungkan ini kita dapat meningkatkan kualitas kehidupan kita masing-masing.
Dengan meningkatan kualitas kehidupan kita masing-masing maka persaudaraan juga dapat kita tingkatkan; paling tidak persaudaraan – kekeluargaan di dalam batin masing-masing; di dalam pikiran kita masing-masing kita tumbuhkan rasa persaudaraan. Menumbuhkan persaudaraan tidak lain dan tidak bukan adalah menumbuhkan metta – cinta kasih dan kasih sayang. Paling tidak metta terhadap diri sendiri. Perlakukanlah diri sendiri dengan penuh cinta kasih. Praktek cinta kasih ini sebenarnya praktek moralitas. Memperlakukan diri sendiri dengan baik berarti kita tidak membiarkan diri melakukan kejahatan terhadap orang lain / makhluk lain. Itulah praktek cinta kasih yang diajarkan Sang Buddha melalui moralitas. Dan inilah sebetulnya rangkaian yang dapat menumbuhkan persaudaraan, kekeluargaan, persahabatan, pertemanan tanpa melihat keturunan, tanpa melihat kedudukan, tanpa melihat suku - bangsa dan apapun juga. Kalau ini kita tumbuhkan di dalam batin kita masing-masing maka Karaṇīya Mettā Sutta yang dibabarkan oleh Sang Buddha akan menjadi kenyataan. Hidup berdampingan akan terealisasi dengan baik; karena Sang Buddha mengajarkan Dhamma ini tidak hanya dikalangan kita sebagai manusia tetapi Beliau juga mengajarkannya untuk semua makhluk.
Maka harapan umat Buddha “ Sabbe sattā bhavantu sukhitattā – Semoga semua makhluk hidup berbahagia ” akan dapat terwujud.

Sekali lagi, Marilah kita tumbuhkan sifat batin yang luhur ini; mengembangkan cinta kasih dan kasih sayang kita melalui perbuatan jasmani kita, ucapan kita dan juga pikiran kita. Sehingga dapat tercipta keharmonisan dalam kehidupan kita masing-masing, harmonis dalam diri kita, harmonis dengan keluarga, harmonis juga dengan orang lain.
Bukankah itu yang kita harapkan? Tentu inilah yang kita harapkan.
Untuk memperoleh semua ini tidak ada cara lain. Tidak cukup dengan doa, tidak cukup dengan meminta. Memang kita tidak dilarang untuk berdoa, tetapi jika hanya dengan doa dan meminta; tidak mungkin akan membuat perubahan kita menjadi lebih baik selama perilaku kita, ucapan kita, dan pikiran kita tidak kita rubah. Marilah kita merubah; membuat revolusi mental menjadi lebih baik. Dan ini bisa dilakukan oleh siapapun juga karena Sang Buddha dengan tegas menyatakan bahwa kita menjadi baik maupun tidak baik tergantung dari diri kita sendiri. Kita menderita juga bukan karena siapa-siapa; karena diri kita sendiri! Kita bahagia, kita dihormati, kita dipuji, dihargai orang lain juga bukan karena siapa-siapa; karena diri kita sendiri! Marilah kita maju dan terus maju sebagai umat Buddha. Jika batin kita maju maka kehidupan kita akan lebih bahagia.

Selamat Waisak kepada umat Buddha dimanapun berada. Semoga berkah Waisak ini, berkah Sang Tiratana selalu melindungi dan berkahi kita semua. Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Sabbe sattā bhavantu sukhitattā




Related Postview all

Pohon Kekotoran Batin

access_time17 Mei 2020 - 00:11:05 WIB pageview 13110 views

Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x) "Kiccho manussapatilābho, Kiccham maccana jîvitam. Kiccham saddhammasavanam, Kiccho Buddhānam uppādo" "Sungguh sulit untuk ... [Selengkapnya]

Kamma dan Tumimbal Lahir

access_time13 Mei 2020 - 00:16:08 WIB pageview 9869 views

Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x) "Yâdisam labhate bîjam tâdisam labhate phalam. Kalyânakârî ca kalyânam ... [Selengkapnya]

Makna Ceng Beng

access_time31 Maret 2020 - 01:24:28 WIB pageview 8887 views

Mengingat orang yang sudah meninggal itu sebenarnya secara tradisi ada 2 macam kesempatan. Dalam 1 tahun, kesempatan yang pertama adalah Ceng Beng yaitu di bulan April, bahkan kadang-kadang ... [Selengkapnya]

Cara Berpikir Sesuai Buddha Dhamma

access_time31 Maret 2020 - 01:19:30 WIB pageview 9493 views

Namo tassa bhagavato arahato sammāsambhuddhasa (3x) Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodhagāminī patipadā ariyasaccaṁ bhāvetabbanti Jauh sebelum Guru Agung kita dilahirkan, jauh sebelum ... [Selengkapnya]

Menanami Hati Dengan Bunga

access_time22 Maret 2020 - 23:52:28 WIB pageview 8124 views

Hati kita ibarat taman. Seperti layaknya taman ditumbuhi bunga-bunga yang indah, rumput liar dan benalu. Bunga yang indah adalah kualitas hati kita yang baik (seperti: keyakinan kita ... [Selengkapnya]

menu SASANA SUBHASITA
menu