Berita / Ceramah

Raja Pasenadi dari Kosala


Banyak raja yang menyatakan diri berlindung kepada Buddha, Dhamma, Saṅgha (Tiratana) di jaman Sang Buddha, antara lain: Raja Bimbisara dari Kerajaan Magadha, Raja Suddhodana dari Kerajaan Sakya, Raja Pakusati dari Suku Mala, dan Raja Pasenadi dari Kerajaan Kosala. 

 

Sāvatthī, ibukota Kerajaan Kosala memiliki 2 vihāra besar, yaitu Jetavana dan Pubba Arama. Sang Buddha selama 25 vassa menetap di dua vihara ini; 19 vassa di Jetavana dan 6 vassa di Pubba Arama.

Sang Buddha lama menetap di Sāvatthī, sehingga banyak kesempatan bagi Raja Pasenadi untuk bertemu dengan Sang Buddha.

 

Raja Pasenadi pada awalnya memiliki 2 keraguan yaitu:

1. Keraguan bahwa Pertapa Gautama yang belum lama meninggalkan keduniawian memasuki kehidupan pertapa bagaimana mungkin berani mengungkapkan diri telah mencapai pencerahan sempurna, sementara banyak pertapa lain yang sudah lebih lama menjalani kehidupan pertapa tidak ada yang mengakui.

2. Keraguan bahwa usia Pertapa Gautama yang masih sangat muda bagaimana mungkin mencapai penerangan sempurna sementara masih banyak pertapa lain yang lebih senior / lebih tua tidak mengaku telah mencapainya.

 

Pada saat Sang Buddha menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, arama milik hartawan Anāthapiṇḍika; Raja Pasenadi mendatangi Sang Buddha. Layaknya umat awam, Raja Pasenadi menghormat kepada Sang Buddha, kemudian duduk di satu sisi. Pada kesempatan itu, Raja Pasenadi bertanya kepada Sang Buddha terkait dengan keraguannya tersebut.

Raja Pasenadi berkata kepada Sang Buddha:

Apakah Guru Gautama juga mengaku,

'Aku telah tercerahkan hingga penerangan sempurna yang tanpa banding?'

Jawaban Sang Buddha atas pertanyaan Raja Pasenadi tersebut:

“Jika, Baginda, seseorang dapat mengatakan dengan benar tentang seseorang, 'Ia telah memberikan penerangan sempurna yang tanpa banding,' pada Akulah orang itu dapat mengatakan hal ini dengan benar. Karena Aku, Baginda, telah tercerahkan hingga penerangan sempurna yang tanpa banding.”

 

Sang Buddha dalam Dahara Sutta (dalam Kosala Saṁyutta, Saṁyutta Nikāya) Khotbah tentang jangan menyepelekan sesuatu yang muda / kecil.

Ada empat hal yang tidak boleh dianggap remeh dan dihina sebagai 'muda / kecil' yaitu:

1. Raja Muda / Raja Kecil

Jangan pernah menganggap remeh Raja Muda / Pangeran karena masih muda, karena pada suatu saat ketika pangeran naik tahta maka orang yang pernah melecehkannyalah yang pertama akan dilenyapkan.

2. Ular Muda / Ular Kecil

Ular muda / ular yang masih kecil memiliki racun yang luar biasa berbisa dan sangat mematikan. Oleh karena itu jangan pernah disepelekan.

3. Api Muda / Api Kecil

Banyak kasus kebakaran yang bermula dari api muda / api kecil. Kelalaian penggunaan lilin kecil pada saat listrik padam dapat berakibat fatal. Kebakaran hutan bahkan dapat dipicu oleh sisa bara api unggun yang ditinggalkan pendaki, ataupun dari percikan api yang timbul akibat gesekan batang pohon yang ditimbulkan oleh angin.

4. Bhikkhu Muda / Bhikkhu Kecil

Jangan pernah memandang rendah Bhikkhu Muda karena walaupun mereka masih muda tetapi sudah lebih baik / lebih banyak menjalankan sila / moralitas daripada umat awam. Dan para Bhikkhu Muda tersebutlah yang kelak akan menjadi Bhikkhu-Bhikkhu besar.

 

4 hal tersebut dijelaskan kepada Raja Pasenadi sehingga beliau mengerti dan begitu bahagia karena Sang Buddha telah mengemukakan apa yang selama ini tertutup seperti menyalakan api di dalam ruang gelap.

Sejak saat itu, raja Pasenadi menyatakan berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha. Keraguan telah berubah menjadi Keyakinan.

 

Suatu saat ketika Raja Pasenadi kembali dari medan peperangan, setelah membersihkan dirinya, ia pergi mengendarai  kereta kudanya menuju hutan Jeta untuk bertemu dengan Sang Buddha.

Raja Pasenadi berjalan memasuki Jetavana yang pada saat itu para Bhikkhu sedang ber-meditasi jalan. Sang Raja bertanya kepada salah seorang Bhikkhu dimana keberadaan Sang Buddha saat itu.

Bhikkhu tersebut menunjuk ke salah satu kuti tempat Sang Buddha berada, dan mengatakan kepada Raja Pasenadi agar berjalan perlahan ke kuti tersebut, memasuki berandanya, mengetuk pintu dan berdehemlah, maka Sang Buddha akan membukakan pintu. Raja Pasenadi pun melakukan persis sesuai petunjuk Bhikkhu tersebut.

Ketika Sang Buddha membukakan pintu, Raja Pasenadi bersimpuh lutut dan mencium kaki Sang Buddha, mengusapnya, memberikan penghormatan dengan cinta kasih yang mendalam sambil memperkenalkan diri bahwa dia adalah Raja Pasenadi dari Kosala.

 

Sang Buddha bertanya mengapa Raja Pasenadi melakukan penghormatan mendalam seperti demikian?

Dalam Dutiya Kosala Sutta (Anguttara Nikaya kelompok.10) dikemukakan 10 alasan Raja Pasenadi melakukan penghormatan yang begitu tinggi kepada Sang Buddha:

 

(1) Karena Sang Buddha hidup untuk kesejahteraan / kebaikan orang banyak dengan dasar cinta kasih kepada semua makhluk dengan mengajarkan Dhamma sejati agar kita menjadi cerdas, baik dan bijak.

 

(2) Karena Sang Buddha memiliki sila /moral yang matang, mulia, baik, berperilaku bermanfaat.

Vijjācarana - sempurna pengetahuan dan perilakunya.

Brahmajala Sutta diuraikan mengenai Cula sila (Pancasila); Majjhima Sila (Atthasila, Dasasila) untuk latihan hidup sebagai samana; dan Maha Sila (227 Sila).

 

(3) Karena Sang Buddha telah lama menjadi penghuni hutan dimana hutan menjadi tempat yang cocok untuk bermeditasi; dan karena Sang Buddha telah terbebas dari nafsu keinginan dan juga memberi contoh teladan kepada para Bhikkhu.

 

(4) Karena Sang Buddha puas dengan 4 jenis kebutuhan pokok yang beliau terima; jubah, makanan, tempat tinggal, obat-obatan.

Hendaknya umat berdana ke vihara bukan kepada Bhikkhu tertentu dan juga tidak me-monopoli dalam arti berdana bersama-sama. Jangan memberikan perlakuan yang kurang bijak kepada Bhikkhu (misalnya: mengajak Bhikkhu minum kopi di cafe); hal ini selain kurang pantas juga menyebabkan Bhikkhu tidak dapat berlatih dengan baik sebaliknya malah akan melekat /ketergantungan pada kondisi baru yang ada.

Secara vinaya, berdana makanan sebaiknya  makannya tidak disebutkan karena dapat menimbulkan obsesi sehingga makanan tersebut seharusnya tidak boleh diterima.

 

(5) Karena Sang Buddha layak menerima pujaan, layak menerima panggilan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, ladang jasa yang tiada taranya bagi makhluk di dunia.

Sang Buddha bagaikan 'Ayah Sangha'.

 

(6) Karena Sang Buddha dapat berbicara tanpa kesulitan atau kesusahan, percakapan yang serius yang mengarah pada lenyapnya [kekotoran-kekotoran], yang kondusif untuk membuka pikiran, tentang pembangkitan kegigihan, tentang perilaku bermoral, tentang konsentrasi, tentang kebijaksanaan, tentang kebebasan, tentang pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan.

Apa yang Sang Buddha ajarkan adalah yang beliau lakukan, apa yang Sang Buddha lakukan adalah yang beliau ajarkan.

Oleh karena itu kita sebagai murid Sang Buddha hendaknya melakukan apa yang telah diajarkan oleh  Sang Buddha dalam keseharian kita, berjuang dan berusaha menjalankan ajaran Guru Agung kita Sang Buddha.

 

(7) Karena Sang Buddha dapat mencapai sesuai kehendak, tanpa kesulitan atau kesusahan; menguasai konsentrasi mendalam (jhāna).

Kita perlu mewaspadai jika ada tehnik meditasi dengan promosi dapat mencapai jhana dalam waktu singkat.

Jhana bukanlah hal yang mudah untuk dicapai. Jhana baru dapat di capai jika kita dapat mengatasi Panca Nivarana  yaitu 5 rintangan bathin meliputi:

- Kamacchanda (nafsu indriya)

- Byapada (keinginan jahat)

- Thina Middha (kemalasan-rasa kantuk)

- Uddhacca Kukkucca (kegelisahan-penyesalan)

- Vicikiccha (keraguan)

Dalam meditasi tidaklah terobsesi untuk mencari jhana. Tidak perlu membandingkan meditasi hari ini dengan meditasi yang lalu karena tidak akan pernah sama. Jalani saja meditasi mengamati objek dengan baik.

 

(8) Karena Sang Buddha mengetahui seluruh kehidupan masa lampauNya (Pubbenivāsānussati ñāṇa).

Mengetahui kehidupan masa lampau bertujuan untuk memunculkan  nibida yaitu rasa jijik / bosan / jenuh akan kehidupan samsara sehingga muncul keinginan / termotivasi untuk mengakhiri samsara. Namun jika kita mengetahui kehidupan sebelumnya namun tidak memiliki kebijaksanaan maka adalah bukan hal yang penting; lebih baik kita praktek Dhamma karena akan lebih berguna.

 

(9) Karena Sang Buddha memiliki mata dewa, yang murni dan melampaui manusia (Dibba cakkhu / cutupapāta ñāṇa).

Sang Buddha melihat makhluk-makhluk dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, berpenampilan baik dan berpenampilan buruk, kaya dan miskin, dan mengetahui bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka.

Mendorong kita untuk lebih giat berusaha terbebas dari samsara. Menjadi Nibida:

Viraga - tidak ada nafsu

Vimuti - kekebasan

Asavakhaya - lenyapnya noda bathin

 

(10) Karena Sang Buddha dengan menghancurkannya noda-noda (Āsavak-khayañāṇa), telah merealisasikan untuk diriNya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, memasukinya, dan berdiam di dalamnya; hingga mencapai  Kinasaya-tanpa noda  dan  Kinajati-tidak ada kelahiran lagi

 

Te tādise pūjayato, nibbute akutobhaye, na sakkā puññaṁ sakhātuṁ, imettamapi kenaci'ti

(Dhammapada 196)

Ia yang menghormati orang-orang suci yang telah menemukan kedamaian dan telah bebas dari ketakutan; Maka jasa perbuatannya tidak dapat diukur dengan ukuran apa pun.

 

Q&A

Q: Apakah peran Deva dalam menolong kita, sedangkan kita tergantung pada karma kita sendiri?

A: Kita cenderung memohon perlindungan kepada para Deva tetapi sebenarnya kita bergantung pada kekuatan diri kita sendiri atas apa yang kita perbuat dalam keseharian. Figur Deva tidak akan menolong jika kita sering berbuat jahat.

Deva akan membantu, menolong, menjaga, melindungi jika kita selalu berbuat baik. Tidak akan ada perlindungan yang kuat, kokoh, dan ampuh jika kita buruk.

Kekuatan kebajikan kita sendirilah yang paling ampuh melindungi diri kita.

Seperti disebutkan dalam Mangala Sutta bahwa jika kita melakukan semua kebaikan / berkah utama maka kita tak akan terkalahkan di mana pun, mencapai kebahagiaan di manapun berada.

Pemikiran Dhamma yang baik bahwa 'Deva' itu adalah kebajikan kita sendiri.

 

Q: Seberapa besar bobot dari berdana, menjalankan sila dan Bhavana?

A: Dana, Sila, dan Bhavana adalah satu kesatuan yang harus dilakukan secara seimbang dan terkait satu sama lainnya.

Apa yang di-dana-kan hendaknya berasal dari hasil menjalankan sila dengan baik dan diperlukan pengertian benar / kebijaksanaan (dengan mendengar, merenungkan Dhamma). Kebijaksanaan akan semakin baik melalui meditasi sebagai pengalaman langsung menemukan kebijaksanaan.

Meditasi akan baik jika ditunjang dengan sila yang baik.

 

***Semoga Dhamma Lestari ***

 

Minggu, 30 September 2018

Oleh :  YM Bhante Dhammiko




Related Postview all

Semoga Semua Makhluk Hidup Bahagia

access_time27 September 2018 - 23:36:12 WIB pageview 9605 views

Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha adalah kebenaran mutlak yang Universal. Dhamma bukan milik siapapun, tetapi milik semua makhluk, dan meliputi semua aspek dalam kehidupan ... [Selengkapnya]

Jika Hidupku Satu Hari Lagi

access_time27 September 2018 - 22:52:07 WIB pageview 11104 views

"To understand everything is to forgive everything." - Buddha Untuk dapat memahami segalanya adalah dengan memaafkan segalanya. Keberhasilan seorang manusia diukur dari bagaimana mereka ... [Selengkapnya]

5 Kekuatan Dhamma Zaman Now

access_time27 September 2018 - 22:49:52 WIB pageview 8302 views

Zaman now; ditandai dengan penggunaan internet yang sedemikian luas. Hasil survei 2016 menunjukkan 51,8% (+/-133Juta orang) penduduk Indonesia adalah pengguna internet aktif; dimana 65% nya ... [Selengkapnya]

Fengshui Bukan Mistik

access_time27 September 2018 - 22:28:21 WIB pageview 7936 views

Feng shui : arti harfiahnya adalah "Angin dan Air." Energi dibawa oleh angin dan berhenti saat bertemu dengan air. Feng shui merupakan ilmu metafisika China yang mengatur tata letak ... [Selengkapnya]

Inspirasi Hidup

access_time27 September 2018 - 16:39:27 WIB pageview 7656 views

Kita sebagai manusia akan melewati jenjang-jenjang kehidupan. Perkiraan umur manusia sekitar 70-75 tahun. Jika saat ini usia kita 40 tahun, maka perkiraan sisa usia kita adalah 30 tahun ... [Selengkapnya]

menu SASANA SUBHASITA
menu