|  |  |  | 
															| 1 | 
																PUBBABHĀGANAMAKĀRA
																
																	
																		Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa.(Tikkhattuṁ)
 Terpujilah Sang Bhagavā, Yang Mahāsuci, Yang telah Mencapai Penerangan Sempurna.(tiga kali)
 | 127 | 
															| 2 | 
																SARAṆAGAMANA PĀṬHA
																
																	
																		Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
 Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
 
 Dutiyampi Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
 Dutiyampi Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
 Dutiyampi Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
 
 Tatiyampi Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
 Tatiyampi Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
 Tatiyampi Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
 Aku berlindung kepada Buddha.
 Aku berlindung kepada Dhamma.
 Aku berlindung kepada Sangha.
 
 Kedua kalinya aku berlindung kepada Buddha.
 Kedua kalinya aku berlindung kepada Dhamma.
 Kedua kalinya aku berlindung kepada Sangha.
 
 Ketiga kalinya aku berlindung kepada Buddha.
 Ketiga kalinya aku berlindung kepada Dhamma.
 Ketiga kalinya aku berlindung kepada Sangha.
 | 127 | 
															| 3 | 
																PABBATOPAMA GĀTHĀ
																
																	
																		PABBATOPAMA GĀTHĀ1
 Yathāpi selā vipulā
 Nabhaṁ āhacca pabbatā
 Samantā anupariyeyyuṁ
 Nippothentā catuddisā.
 
 Evaṁ jarā ca maccu ca
 Adhivattanti pāṇino
 Khattiye brāhmaṇe vesse
 Sudde caṇḍālapukkuse.
 
 Na kiñci parivajjeti
 Sabbamevā-bhimaddati
 Na tattha hatthīnaṁ bhūmi
 Na rathānaṁ na pattiyā,
 Na cāpi mantayuddhena
 Sakkā jetuṁ dhanena vā.
 
 Tasmā hi paṇḍito poso
 Sampassaṁ atthamattano
 Buddhe dhamme ca saṅghe ca
 Dhīro saddhaṁ nivesaye.
 
 Yo dhammacārī kāyena
 Vācāya uda cetasā
 Idheva naṁ pasaṁsāti
 Pecca sagge pamodatīti.
 
 Bagaikan gunung cadas yang amat besar,puncaknya (tinggi) menjulang ke angkasa
 menggelinding berkeliling di keempat penjuru,
 menggilas segala yang menghalang;
 
 demikianlah kelapukan dan kematian
 mencengkeram semua makhluk hidup,
 apakah mereka kaum kesatria, brāhmana, pedagang,
 pekerja, kaum terkucil2 atau pun kaum pembuang sampah3.
 
 Tidak seorang pun akan terhindar.
 Kelapukan dan kematian menerjang semuanya,
 tidak terlawan oleh pasukan bergajah,
 pasukan berkereta maupun pasukan berjalan kaki;
 tidak juga terlawan dengan kekuatan mantra,
 atau pun dengan pemberian harta kekayaan.
 
 Sebab itulah ia yang bijaksana,
 setelah mengetahui manfaat kebajikan bagi diri sendiri;
 memperkuat keyakinannya
 kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha.
 
 Siapa pun yang melaksanakan Dhamma dengan baik,
 baik melalui perbuatan, ucapan atau pun pikiran;
 saat hidup di dunia, ia dipuji para bijaksanawan
 bila kematian tiba, akan berbahagia di alam surga.
 _________________________
 1   Saṁyuttanikāya, Sagāthāvagga.
 2   Caṇḍāla adalah salah satu kaum yang lahir dari dua kasta orangtua yang berbeda. Hidup mereka terkucil dari masyarakat.
 3   Kaum pembuang sampah adalah satu nama kasta, pukkusa, yang berarti ‘kaum pembuang bunga habis pakai (pupphachaḍḍajāti)’.
 | 128 | 
															| 4 | 
																ARIYADHANA GĀTHĀ
																
																	
																		ARIYADHANA GĀTHĀ1
 Yassa saddhā tathāgate
 Acalā supatiṭṭhitā
 Sīlañca yassa kalyāṇaṁ
 Ariyakantaṁ pasaṁsitaṁ.
 
 Saṅghe pasādo yassatthi
 Ujubhūtañca dassanaṁ
 Adaḷiddoti taṁ āhu
 Amoghantassa jīvitaṁ.
 
 Tasmā saddhañca sīlañca
 Pasādaṁ dhammadassanaṁ
 Anuyuñjetha medhāvī
 Saraṁ buddhāna sāsananti.
 
 Ia yang memiliki keyakinan pada Sang Tathāgata,kokoh dan tak tergoyahkan,
 memiliki sīla yang baik;
 disenangi dan dipuji oleh para Ariya.
 
 Ia yang salut2 pada Saṅgha
 dan memiliki pandangan benar,
 para bijak mengatakan: ‘Ia tidak miskin’3.
 Hidupnya penuh manfaat.
 
 Sebab itu, ia yang bijaksana,
 kala mengingat Ajaran para Buddha;
 patut mengembangkan keyakinan, sīla,
 kesalutan, dan penembusan Dhamma.
 _________________________
 1   Aṅguttaranikāya, Catukanipāta.
 2   Pasāda = kekaguman, kesalutan, ketertarikan, simpati, keyakinan.
 3   Tidak miskin harta suci, yakni: keyakinan, sīla, pengetahuan, kedermawanan, dan kebijaksanaan. (Komentar Theragāthā, Aṭṭhakanipāta).
 | 129 | 
															| 5 | 
																DHAMMANIYĀMA SUTTA
																
																	
																		DHAMMANIYĀMA SUTTA1
 Evamme sutaṁ.
 Ekaṁ samayaṁ bhagavā,
 Sāvatthiyaṁ viharati,
 Jetavane anāthapiṇḍikassa, ārāme.
 
 Tatra kho bhagavā bhikkhū āmantesi bhikkhavoti.
 Bhadanteti te bhikkhū bhagavato paccassosuṁ.
 Bhagavā etadavoca.
 
 Uppādā vā bhikkhave tathāgatānaṁ anuppādā vā tathāgatānaṁ,
 Ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā,
 Sabbe saṅkhārā aniccāti.
 Taṁ tathāgato abhisambujjhati abhisameti,
 Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti,
 Paññapeti paṭṭhapeti, vivarati vibhajati uttānīkaroti,
 Sabbe saṅkhārā aniccāti.
 
 Uppādā vā bhikkhave tathāgatānaṁ anuppādā vā tathāgatānaṁ,
 Ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā,
 Sabbe saṅkhārā dukkhāti.
 Taṁ tathāgato abhisambujjhati abhisameti,
 Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti,
 Paññapeti paṭṭhapeti, vivarati vibhajati uttānīkaroti,
 Sabbe saṅkhārā dukkhāti.
 
 Uppādā vā bhikkhave tathāgatānaṁ anuppādā vā tathāgatānaṁ,
 Ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā,
 Sabbe dhammā anattāti.
 Taṁ tathāgato abhisambujjhati abhisameti,
 Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti,
 Paññapeti paṭṭhapeti, vivarati vibhajati uttānīkaroti,
 Sabbe dhammā anattāti.
 
 Idamavoca bhagavā.
 Attamanā te bhikkhū bhagavato bhāsitaṁ,
 Abhinandunti.
 
 Demikian telah saya dengar.Suatu ketika Sang Bhagavā
 bersemayam di Jetavana,
 ārāma milik hartawan Anāthapiṇḍika,
 di dekat kota Sāvatthī.
 
 Saat itulah Sang Bhagavā memanggil para bhikkhu, ʺWahai para Bhikkhu!ʺ ʺBaik, Yang Mulia,ʺ sahut para bhikkhu kepada Sang Bhagavā. Sang Bhagavā lalu membabarkan sutta ini.
 
 ʺO para Bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau pun tidak muncul di dunia, terdapat suatu hukum yang tetap keberadaannya, terdapat suatu hukum yang pasti keberadaannya bahwa, ʺSegala bentukan2 adalah anicca3ʺ.
 
 Tathāgata sepenuhnya mengetahui dan menyadari hal itu.
 Setelah sepenuhnya mengetahui dan menyadari,
 Tathāgata mengumumkan, membabarkan,
 menegaskan, menandaskan, menjelaskan, menguraikan,
 membentangkan bahwa, ʺSegala bentukan adalah aniccaʺ.
 
 ʺO para Bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau pun tidak muncul di dunia, terdapat suatu hukum yang tetap keberadaannya, terdapat suatu hukum yang pasti keberadaannya bahwa, ʺSegala bentukan adalah dukkha4ʺ.
 
 Tathāgata sepenuhnya mengetahui dan menyadari hal itu.
 Setelah sepenuhnya mengetahui dan menyadari,
 Tathāgata mengumumkan, membabarkan,
 menegaskan, menandaskan, menjelaskan, menguraikan,
 membentangkan, bahwa ʺSegala bentukan adalah dukkhaʺ.
 
 ʺO para Bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau pun tidak muncul di dunia, terdapat suatu hukum yang tetap keberadaannya, terdapat suatu hukum yang pasti keberadaannya bahwa, ʺSegala bentukan maupun bukan bentukan5 adalah anattā6ʺ.
 
 Tathāgata sepenuhnya mengetahui dan menyadari hal itu.
 Setelah sepenuhnya mengetahui dan menyadari,
 Tathāgata mengumumkan, membabarkan,
 menegaskan, menandaskan, menjelaskan, menguraikan,
 membentangkan, bahwa ʺSegala bentukan maupun bukan bentukan adalah anattāʺ.
 
 Demikian Sang Bhagavā bersabda. Para bhikkhu berpuas hati dan bergembira atas sabda Sang Bhagavā.
 _________________________
 1   Aṅguttaranikāya, Tikanipāta.
 2   Saṅkhārā:  segala  sesuatu  yang  berkondisi,  segala  sesuatu  yang  muncul  dari atau karena faktor-faktor pembentuk, perpaduan dari yang berkondisi. ‘Saṅkhārā’ juga dimaksudkan untuk pengertian ‘pañcakhandhā’.
 3   Anicca: tidak kekal, keberadaan  yang setelah muncul akan mengalami kelenyapan.
 4   Dukkha: sukar bertahan; keberadaan yang menekan, menghimpit.
 5   Dhamma: segala sesuatu hal, baik yang berfaktor pembentuk (saṅkhata-dhamma) maupun yang tak berfaktor pembentuk (asaṅkhata-dhamma).
 6   Anattā: bukan diri, keberadaan yang di luar kuasa atau pengaruh apapun; bukan inti abadi.
 
 | 130 | 
															| 6 | 
																BHADDEKARATTA SUTTA 
																
																	
																		BHADDEKARATTA SUTTA1
 Atītaṁ nānvāgameyya
 Nappaṭikaṅkhe anāgataṁ
 Yadatītampahīnantaṁ
 Appattañca anāgataṁ.
 
 Paccuppannañca yo dhammaṁ
 Tattha tattha vipassati
 Asaṁhīraṁ asaṅkuppaṁ
 Taṁ viddhā manubrūhaye.
 
 Ajjeva kiccamātappaṁ
 Ko jaññā maraṇaṁ suve
 Na hi no saṅgarantena
 Mahāsenena maccunā.
 
 Evaṁ vihārimātāpiṁ
 Ahorattamatanditaṁ
 Taṁ ve bhaddekarattoti
 Santo ācikkhate munīti.
 
 Tak sepatutnya mengenang sesuatu yang telah berlalu,tak sepatutnya berharap pada sesuatu yang akan datang.
 Sesuatu yang telah berlalu adalah hal yang sudah lampau,
 dan sesuatu yang akan datang adalah hal yang belum tiba.
 
 Seseorang yang dapat melihat jelas
 ‘hal yang ada di saat ini’ lewat upaya-upaya tertentu,
 tanpa goyah, tanpa bergeming
 patut selalu mengembangkan hal tersebut hingga tembus.
 
 Berusahalah hari ini juga! Siapa tahu kematian ada di esok hari.
 Karena, tawar menawar dengan Sang Raja Kematian
 bersama pasukan besarnya tiada bagi kita.
 
 Para muni yang damai
 menyebut orang yang hidup demikian,
 yang bersemangat, tidak malas pada siang dan malam
 sebagai ‘ia yang memiliki satu malam yang mulia.
 _________________________
 1  Uparipaṇṇāsa, Majjhimanikāya.
 | 133 | 
															| 7 | 
																TILAKKHAṆĀDI GĀTHĀ
																
																	
																		TILAKKHAṆĀDI GĀTHĀ1
 Sabbe saṅkhārā aniccāti
 Yadā paññāya passati
 Atha nibbindati dukkhe
 Esa maggo visuddhiyā.
 
 Sabbe saṅkhārā dukkhāti
 Yadā paññāya passati
 Atha nibbindati dukkhe
 Esa maggo visuddhiyā.
 
 Sabbe dhammā anattāti
 Yadā paññāya passati
 Atha nibbindati dukkhe
 Esa maggo visuddhiyā.
 
 Appakā te manussesu
 Ye janā pāragāmino
 Athāyaṁ itarā pajā
 Tīramevānudhāvati.
 
 Ye ca kho sammadakkhāte
 Dhamme dhammānuvattino
 Te janā pāramessanti
 Maccudheyyaṁ suduttaraṁ.
 
 Kaṇhaṁ dhammaṁ vippahāya
 Sukkaṁ bhāvetha paṇḍito.
 Okā anokamāgamma
 Viveke yattha dūramaṁ.
 
 Tatrā-bhiratimiccheyya
 Hitvā kāme akiñcano
 Pariyodapeyya attānaṁ
 Cittaklesehi paṇḍito.
 
 Yesaṁ sambodhiyaṅgesu
 Sammā cittaṁ subhāvitaṁ
 Ādānapaṭinissagge
 Anupādāya ye ratā
 Khiṇāsavā jutimanto
 Te loke parinibbutāti.
 
 Pada saat ia yang bijaksana melihat dengan jelas,bahwa segala bentukan2 tidak kekal adanya;
 kala itu, ia akan jenuh terhadap derita3.
 Kejenuhan terhadap derita itu adalah jalan kesucian.
 
 Pada saat ia yang bijaksana melihat dengan jelas,
 bahwa segala bentukan sukar bertahan adanya;
 kala itu, ia akan jenuh terhadap derita.
 Kejenuhan terhadap derita itu adalah jalan kesucian.
 
 Pada saat ia yang bijaksana melihat dengan jelas,
 bahwa segala bentukan maupun bukan bentukan adalah bukan diri adanya;
 kala itu, ia akan jenuh terhadap derita.
 Kejenuhan terhadap derita itu adalah jalan kesucian.
 
 Di antara sekian banyaknya manusia,
 hanya sedikit manusia sampai ke pantai seberang.
 Sebagian besar manusia lainnya hilir mudik di pantai sini.
 
 Mereka yang melaksanakan Dhamma,
 dalam Dhamma yang telah dibabarkan dengan jelas
 akan lolos dari jerat Māra4 nan sulit dilepas,
 tiba di pantai seberang.
 
 Ia yang bijak, setelah meninggalkan yang hitam;
 dengan keluar dari hal yang menimbulkan kesayangan
 untuk menuju ke hal yang tak menimbulkan kesayangan,
 sepatutnya mengembangkan yang putih5.
 
 Setelah meninggalkan kesenangan indrawi, tidak melekat,
 dan mendambakan kebahagiaan dalam tanpa kemelekatan
 nan sulit digemari orang;
 orang bijaksana menjernihkan diri dari kilesa6.
 
 Ia yang mengembangkan batin dengan benar dalam bojjhaṅga7,
 (dan) ia yang tak melekat, senang dalam melepas kemelekatan,
 adalah seorang khiṇāsava8, bersinar terang;
 mencapai Nibbāna di dunia9.
 _________________________
 1   Khuddakanikāya, Dhammapada.
 2   Kata ‘saṅkhārā‘ (syair I dan II) dan kata ‘dhammā’ (syair III), keduanya mengacu pada pañcakhandhā (Dhammapadaṭṭhakathā).
 3   Derita karena harus menjaga atau merawat pañcakhandhā.
 4   Mcnyeberangi alam saṁsāra yang sebagai tempat tinggal Māra si Raja Kematian.
 5   Kata ‘yang hitam’ = keburukan; ‘hal yang menimbulkan kesayangan’ = nafsu indrawi; ‘hal yang tak menimbulkan kesayangan’ = nibbāna; ‘yang putih’ = kebajikan.
 6   Pengeruh batin, pengotor batin, kotoran batin.
 7   Faktor dhamma untuk mencapai Penerangan.
 8   Mereka yang telah habis pengotor batinnya; Arahanta.
 9   Padam kilesanya.
 | 134 | 
															| 8 | 
																BODHISUTTA GĀTHĀ
																
																	
																		BODHISUTTA GĀTHĀ1
 Yadā have pātubhavanti dhammā
 Ātāpino jhāyato brāhmaṇassa
 Athassa kaṅkhā vapayanti sabbā
 Yato pajānāti sahetudhammaṁ.
 
 Yadā have pātubhavanti dhammā
 Ātāpino jhāyato brāhmaṇassa
 Athassa kaṅkhā vapayanti sabbā
 Yato khayaṁ paccayānaṁ avedi.
 
 Yadā have pātubhavanti dhammā
 Ātāpino jhāyato brāhmaṇassa
 Vidhūpayaṁ tiṭṭhati mārasenaṁ
 Sūrova obhāsayaman-talikkhanti.
 
 Bilamana Dhamma2 tertampak oleh brāhmana yang penuhsemangat dan tatapan3, saat itu segala keraguan tiada lagi
 padanya, karena melihat Dhamma (itu) berikut asal mulanya.
 
 Bilamana Dhamma tertampak oleh brāhmana yang penuh
 semangat dan tatapan, saat itu segala keraguan tiada lagi
 padanya, karena mengetahui jelas kemusnahan asal mula
 Dhamma itu.
 
 Bilamana Dhamma tertampak oleh brāhmana yang penuh
 semangat dan tatapan, saat itu ia membinasakan māra
 beserta bala tentaranya, bagaikan matahari membinasakan
 kegelapan, bersinar terang di angkasa.
 _______________________
 1   Udāna, Khuddakanikāya.
 2   Kata ‘Dhamma’ di sini yang dimaksud adalah Bodhipakkhiyadhamma 37.
 3   Kata ‘tatapan’ adalah terjemahan ‘jhāna’.
 | 136 | 
															| 9 | 
																PAṀSUKULĀ GĀTHĀ
																
																	
																		Aniccā vata saṅkhārāUppādavaya-dhammino
 Uppajjitvā nirujjhanti
 Tesaṁ vūpasamo sukho.
 
 Sabbe sattā maranti ca
 Mariṁsu ca marissare
 Tathevāhaṁ marissāmi
 Natthi me ettha saṁsayo.
 
 Segala bentukan tidak kekal adanya,bersifat timbul dan tenggelam;
 setelah timbul akan lenyap.
 Padamnya bentukan-bentukan adalah kebahagiaan.
 
 Semua makhluk mengalami kematian.
 Mereka telah mengalami kematian, dan akan mengalami lagi.
 Demikian pula, saya pasti mengalami kematian.
 Tiada keraguan bagiku tentang hal ini.
 | 137 | 
															| 10 | 
																ĀDIYASUTTA GĀTHĀ
																
																	
																		Bhuttā bhogā bhaṭā bhaccāVitiṇṇā āpadāsu me
 Uddhaggā dakkhiṇā dinnā
 Atho pañca balī katā.
 
 Upaṭṭhitā sīlavanto
 Saññatā brahmacārino
 Yadatthaṁ bhogamiccheyya
 Paṇḍito gharamāvasaṁ
 So me attho anuppatto
 Kataṁ ananutāpiyaṁ.
 
 Etaṁ anussaraṁ macco
 Ariyadhamme ṭhito naro
 Idheva naṁ pasaṁsanti
 Pecca sagge pamodatīti.
 
 ‘Telah kuperoleh harta kekayaan.Telah kurawat orang-orang yang patut dirawat.
 Telah kulenyapkan malapetaka.
 Telah kuhaturkan persembahan yang terbaik.
 Telah kusajikan lima jenis sajian1.
 
 Telah kusokong mereka yang merawat sīla, dan hidup luhur.
 Apa yang menjadi tujuan seorang perumah-tangga yang baik
 dalam mengharap harta; telah kucapai.
 Telah kulakukan tindakan yang tak menimbulkan penyesalan.’
 
 Mereka yang merenungkan hal ini
 akan teguh dalam ajaran para Ariya.
 Di dunia ini, para dewa dan manusia memujinya.
 Setelah kematian tiba, berbahagia di alam surga.
 _________________________
 1   Pañcabali: sajian  kepada sanak saudara, sajian kepada tamu, sajian kepada sanak keluarga yang telah tiada, sajian kepada raja, dan sajian kepada dewa.
 | 138 | 
															| 11 | 
																CATUTIROKUḌḌA GĀTHĀ
																
																	
																		Adāsi me akāsi meÑati mittā sakhā ca me
 Petānaṁ dakkhiṇaṁ dajjā
 Pubbe katamanussaraṁ.
 
 Na hi ruṇṇaṁ vā soko vā
 Yā vaññā paridevanā
 Na taṁ petānamatthāya
 Evaṁ tiṭṭhanti ñātayo.
 
 Ayañca kho dakkhiṇā dinnā
 Saṅghamhi supatiṭṭhitā
 Dīgharattaṁ hitāyassa
 Ṭhānaso upakappati.
 
 So ñātidhammo ca ayaṁ nidassito
 Petāna pūjā ca katā uḷārā
 Balañca bhikkhūnama-nuppadinnaṁ
 Tumhehi puññaṁ pasutaṁ anappakanti.
 
 Orang yang mengenang budi yang mereka lakukan di waktu lampau bahwa, ‘Ia memberi ini kepadaku. Ia melakukan hal ini untukku. Ia adalah kerabatku, sahabatku, dan temanku,’ patut memberikan persembahan dāna kepada mereka yang telah meninggal.
 Tangisan, kesedihan, atau pun ratapan lainnya tidak perlu dilakukan. Karena tangisan dan sebagainya itu tiada guna bagi mereka yang telah meninggal. Demikianlah kebiasaan para sanak keluarga.
 
 Persembahan yang telah dihaturkan ini, yang disajikan dengan baik kepada Saṅgha, akan segera bermanfaat bagi mendiang itu sepanjang waktu yang lama.
 
 Kebajikan demi sanak keluarga ini telah Anda tunjukkan. Puja besar telah Anda lakukan demi para sanak keluarga yang telah tiada. Dan, kekuatan tubuh para bhikkhu pun telah Anda dukung. Dengan demikian, kebajikan yang tidak sedikit telah Anda upayakan.
 | 139 | 
															| 12 | 
																ETTĀVATĀTIĀDIPATTIDĀNA
																
																	
																		Ettāvatā ca amhehiSambhataṁ puññasampadaṁ
 Sabbe devānumodantu
 Sabbasampatti-siddhiyā.
 
 Ettāvatā ca amhehi
 Sambhataṁ puññasampadaṁ
 Sabbe bhūtānumodantu
 Sabbasampatti-siddhiyā.
 
 Ettāvatā ca amhehi
 Sambhataṁ puññasampadaṁ
 Sabbe sattānumodantu
 Sabbasampatti-siddhiyā.
 
 Idaṁ vo ñātīnaṁ hotu.
 Sukhitā hontu ñātayo.
 Idaṁ vo ñātīnaṁ hotu.
 Sukhitā hontu ñātayo.
 Idaṁ vo ñātīnaṁ hotu.
 Sukhitā hontu ñātayo.
 
 Ākāsaṭṭhā ca bhummaṭṭhā
 Devā nāgā mahiddhikā
 Puññaṁ taṁ anumoditvā
 Imaṁ rakkhantu petakaṁ1
 
 Ākāsaṭṭhā ca bhummaṭṭhā
 Devā nāgā mahiddhikā
 Puññaṁ taṁ anumoditvā
 Ciraṁ rakkhantu vo sadā.
 
 
 Semoga para dewa turut bersukacitaatas timbunan kebajikan
 yang telah kami capai dan timbun sebanyak ini
 demi keberuntungan dan keberhasilan.
 
 Semoga para makhluk halus turut bersukacita
 atas timbunan kebajikan
 yang telah kami capai dan timbun sebanyak ini
 demi keberuntungan dan keberhasilan.
 
 Semoga semua makhluk hidup turut bersukacita
 atas timbunan kebajikan
 yang telah kami capai dan timbun sebanyak ini
 demi keberuntungan dan keberhasilan.
 
 Semoga timbunan jasa ini melimpah pada sanak keluarga.
 Semoga sanak keluarga berbahagia.
 Semoga timbunan jasa ini melimpah pada sanak keluarga.
 Semoga sanak keluarga berbahagia.
 Semoga timbunan jasa ini melimpah pada sanak keluarga.
 Semoga sanak keluarga berbahagia.
 
 Para dewa yang bersemayam di angkasa dan di bumi,
 juga para naga2, mereka yang perkasa;
 setelah turut bersukacita atas jasa ini,
 melindungi mendiang (disebut nama mendiang) ini.
 
 Para dewa yang bersemayam di angkasa dan di bumi,
 juga para naga, mereka yang perkasa;
 setelah turut bersukacita atas jasa ini,
 selalu melindungi Anda semua selamanya.
 _________________________
 1   Baris ini dibaca seraya mengenang mendiang yang dituju. Apabila ditujukan pada lebih dari satu orang, ganti baris ini dengan, ‘Ime rakkhantu petake’.
 2   Naga di sini adalah sebutan dewa yang berkuasa atas perairan; dalam syair ini tercakup tiga jenis dewa perkasa yang berkuasa atas tiga wilayah, yaitu: angkasa, daratan dan perairan.
 | 140 |