Berita / Ceramah

Harapan Orangtua Merupakan Kewajiban Anak


Vihara Sasana Subhasita
Minggu, 5 Oktober 2025
Dhammadesanā: YM. Bhikkhu Hemadhammo Mahathera
Tema Dhamma: Harapan Orangtua Merupakan Kewajiban Anak
Penulis & Editor: Lij Lij


Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x)
Persujudan kepada Beliau, Yang Beberkah, Yang Mahasuci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna oleh Diri Sendiri (3x)

Kālena dhammassavanaṁ Etammaṅgalamuttamaṁti.
Mendengarkan Dhamma pada saat yang sesuai, Itulah Berkah Utama.


Minggu pagi berkumpul bersama melakukan kegiatan rutin di Vihara Sasana Subhasita ini, kita menggunakan waktu kesempatan dengan baik. Ada moment kesempatan berbuat baik ada peluang untuk berbuat baik; digunakan dengan sebaik-baiknya. Tidak lalai, tidak lengah di dalam berbuat baik menandakan bahwa kita memiliki pañña – kebijaksanaan. Salah satu ciri dari orang bijaksana adalah bisa mengunakan waktunya dengan baik, bisa mengatur waktunya dengan baik; kapan waktu untuk beraktivitas melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung kehidupannya yaitu mencari rejeki; kapan pula waktu untuk ‘memperkaya batin’ menggunakan waktu untuk mengembangkan batin, menggunakan waktu untuk berbuat baik. Bukan hanya mengisi hidup dengan mencari, mencari dan mencari harta – ekonomi saja; tetapi juga harus pandai mengatur waktu ‘ke dalam batin’.

Sehubungan dengan kebijaksanaan terkait dengan mendengarkan Dhamma, dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis orang :

1. Orang dengan kebijaksanaan TERBALIK
Orang dengan kebijaksanaan ini datang ke Vihara, menjumpai Bhikkhu, mendengarkan Dhamma; namun di saat pembabaran Dhamma sejak awal, pertengahan hingga akhir dari pembabaran Dhamma, orang ini tidak menyimak dengan baik sehingga apa yang disampaikan dalam pembabaran Dhamma tersebut tidak dipahaminya sama sekali, tidak mengerti bagaikan kendi yang diletakan terbalik – mulut kendi di bawah, kaki kendi di atas maka air akan tumpah dan kendi tidak dapat diisi. Tubuhnya ada di Vihara tetapi pikirannya tidak dibawa ke Vihara.

2. Orang dengan kebijaksanaan bagaikan PANGKUAN

Orang dengan kebijaksanaan ini datang ke Vihara, menjumpai Bhikkhu, mendengarkan Dhamma; menyimak Dhamma dengan baik sejak awal pembabaran, pertengahan sampai akhir pembabaran Dhamma; tetapi ketika dia bangkit berdiri, Dhamma yang telah didengarkan tersebut dilupakan semua, tidak di ingat sama sekali; bagaikan orang yang meletakan makanan (segala biji-bijian; padi, jagung, dll) di pangkuannya kemudian orang ini bangkit berdiri tanpa ada perhatian maka yang terjadi adalah semua makanan – biji-bijian dalam pangkuannya berserakan, berhamburan.

3. Orang dengan kebijaksanaan LUAS

Orang dengan kebijaksanaan ini datang ke Vihara, menjumpai Bhikkhu, mendengarkan Dhamma; menyimak uraian Dhamma sejak awal, pertengahan hingga akhir pembabaran Dhamma dengan baik; kemudian dia bangkit dan kembali ke rumah dengan membawa Dhamma yang telah didengarnya. Mengingat wejangan Dhamma dan menjadikannya sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan; bagaikan kendi yang diletakkan sempurna, diletakkan dengan benar; kaki kendi di bawah – mulut kendi di atas; sehingga air yang diisikan tidak tumpah dan kendi dapat terisi air dengan baik.

Dari ketiga jenis orang yang mendengarkan Dhamma; termasuk dalam jenis yang manakah kita??? Tentunya kita semua ingin menjadi jenis yang ke 3 (tiga); menjadi orang yang mendengarkan Dhamma dengan sungguh-sungguh dari awal, pertengahan, hingga akhir kemudian membawa pulang Dhamma tersebut untuk dijadikan pedoman, dipraktekkan, dijalankan di dalam kehidupan sehari-hari.

Harapan orangtua merupakan kewajiban anak. Bapak-Ibu Saudara-Saudari yang telah berkeluarga, yang telah memiliki keturunan (putra-putri) tentunya sebelum memiliki anak-pun sudah memiliki suatu keinginan tentang anak-anaknya; punya harapan untuk anak-anaknya. Didalam Aṅguttara Nikāya 5:39 – Putta Sutta yaitu khotbah tentang putra – tentang anak menjelaskan ada 5 harapan orangtua yang diinginkan dari anaknya; terkait dengan Sigālovāda Sutta mengenai kewajiban anak terhadap orangtuanya dan kewajiban orangtua terhadap anaknya juga ada 5; sesungguhnya isinya sama.

Apa harapan orangtua terhadap anak-anaknya; bukanlah sekedar harapan namun sesungguhnya orangtua telah mengkondisikan terlebih dahulu agar anak-anaknya dapat mencapai sesuai yang diharapkan. Orangtua tidak sekedar berharap tetapi mereka telah melakukan segala sesuatu terkait bagaimana cara agar si anak dapat menyanggupi, bisa memenuhi harapan-nya. Orangtua pasti sudah mengkondisikan terlebih dahulu.

Harapan orangtua terhadap anaknya dan merupakan kewajiban anak terhadap orangtuanya :

1. ‘Setelah disokong oleh kita, ia akan menyokong kita’
Orangtua berharap ketika tua nanti, semoga anak-anaknya dapat merawatnya dengan baik. Ketika usia sudah tua biasanya sering sakit-sakitan, orangtua punya harapan semoga ketika nanti saya sudah tua, ketika tubuh ini sudah tidak dapat lagi diajak kompromi, sudah sakit sana sakit sini semoga anak-anak saya bisa merawatnya dengan baik, menjaganya, meladeninya dengan baik. Harapan orangtua yang seperti ini bukan hanya sekedar harapan karena beliau telah merawat kita sebagai anak-anaknya, sudah menjaga kita dengan cinta kasih dan kasih sayang; sejak kita masih dalam kandungan, saat masih bayi, masih kecil, belum bisa berbuat apa-apa sampai kita bisa melakukan segala sesuatunya sendiri; maka sudah sepantasnya, sudah sewajarnya bagi kita sebagai anak untuk memenuhi harapan beliau ketika mereka sudah tua sudah sulit melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk diri sendiri maka kewajiban anaklah untuk membantu orangtua merawat tubuhnya yang sudah renta.

2. ‘Ia akan melakukan pekerjaan untuk kita’
Harapan orangtua yang kedua dan merupakan kewajiban anak yang kedua terhadap orangtuanya adalah semoga anak-anaknya akan meneruskan melanjutkan tugas-tugas, pekerjaan-pekerjaan yang belum bisa diselesaikan. Misalnya orangtua punya usaha, punya toko, punya pabrik tentunya orangtua memiliki harapan agar anak-anaknya dapat meneruskan usahanya tersebut. Sebaliknya ketika orangtua sudah tidak memiliki pekerjaan lagi, tidak memiliki penghasilan lagi; maka anak-anaknya memiliki kewajiban untuk mencukupi kebutuhan hidup orangtuanya. Anak-anak wajib memenuhi, menyokong kebutuhan hidup orangtuanya; sebagaimana yang telah dilakukan orangtua yang senantiasa selalu berusaha memenuhi kebutuhan anak-anaknya sejak kecil hingga sang anak dapat hidup mandiri. Biaya makan, susu, pakaian, pendidikan, pengobatan dan lain sebagainya semua ditanggung oleh orangtua. Orangtua telah mengkondisikan bagaimana caranya agar si anak kelak dapat menyokong kehidupan orangtuanya maka orangtua memberikan pendidikan, memberikan keterampilan-keterampilan, pengetahuan untuk mendukung agar harapan orangtua dapat tercapai. Semua sudah dikondisikan sedemikian rupa oleh orangtua. Dan ketika tiba waktunya, maka gantian - kewajiban anaklah untuk menyokong orangtua. Lalu bagaimana jika ternyata kondisi orangtua pada masa tuanya justru lebih makmur daripada anaknya bahkan mampu memberikan warisan kepada anak-anaknya? Apakah tidak perlu lagi menyokong orangtua? Adalah suatu berkah kamma baik yang luar biasa dapat memiliki orangtua yang tidak kekurangan sesuatu apapun di masa tuanya; namun demikian bukan berarti sebagai anak tidak perlu lagi mengurus orangtuanya; walaupun kehidupan orangtua sudah terjamin oleh dirinya sendiri, sebagai anak tetap berkewajiban untuk mendatangi-menjumpai-mengunjungi orangtuanya apalagi jika sudah tidak serumah. Sering-sering menjenguk orangtua walau sesibuk apapun; apalagi dengan kemajuan teknologi saat ini tidak ada alasan untuk tidak menjumpai orangtua. Alangkah bahagianya orangtua dikunjungi oleh anak-cucunya. Kumpul keluarga di rumah, atau jalan-jalan bersama, merayakan ulangtahun, akan menjadi moment yang sangat membahagiakan bagi orangtua.

3. ‘Silsilah keluarga akan berlanjut’
Harapan orangtua yang ketiga dan merupakan kewajiban anak yang ketiga adalah anak menjadi generasi penerus dari orangtua. Ada silsilah keturunan saya, semoga keturunan saya ini bisa menjaga nama baik keluarga; harapan orangtua agar nama baiknya tetap terjaga oleh anak-anak dan cucu-cucunya. Bagaimana cara menjaga nama baik keluarga? Harus memiliki saddhā-keyakinan terhadap hal-hal yang patut diyakini yaitu hukum-hukum kebenaran, disamping memiliki keyakinan terhadap Tiratana (Buddha, Dhamma, Saṅgha), juga harus memiliki keyakinan terhadap Hukum Kamma (siapa yang berbuat baik akan berbuah kebahagiaan, siapa yang berbuat jahat akan berbuah penderitaan). Jika seseorang memiliki saddhā-keyakinan terhadap Hukum Kamma maka dia tidak akan berani berbuat buruk, tidak berani untuk berbuat jahat; dia akan selalu berbuat baik. Dengan melakukan ini maka secara otomatis nama baik keluarga akan selalu terjaga; ditambah dengan memiliki moral yang baik. Dengan memiliki 2 hal ini maka secara otomatis nama baik keluarga akan senantiasa terjaga dengan baik. Memiliki saddhā (Keyakinan), memiliki sīla (Moralitas); sehingga harapan orangtua yang ketiga ini dapat terpenuhi dengan baik.

4. ‘Ia akan mengurus warisan’
Harapan orangtua yang keempat dan merupakan kewajiban anak yang keempat adalah semoga anak-anak dapat menjaga warisan yang telah diberikan. Terkait dengan warisan; ada 2 macam yaitu warisan yang berbentuk benda, ada warisan yang tidak berbentuk benda. Warisan yang berbentuk benda dalam hal ini dapat berupa warisan tanah, rumah, toko, bentuk usaha, kendaraan, uang dan harta benda sejenisnya. Warisan berupa harta benda ini harus dijaga dalam artian tidak digunakan untuk berfoya-foya, tidak digunakan untuk bersenang-senang, tidak digunakan untuk berjudi. Dijaga disini seyogianya digunakan untuk usaha yang benar sehingga warisan harta benda ini menjadi bertambah, berkembang. Sedangkan warisan yang tidak berbentuk benda berupa nasihat-nasihat, wejangan-wejangan yang baik, tradisi-tradisi yang baik yang sesuai dengan Dhamma yang dilakukan oleh orangtua wajib kita lestarikan, wajib dilaksanakan-dipatuhi. Tradisi-tradisi baik yang sesuai dengan Dhamma di tradisi Tionghoa diantaranya tradisi sembahyang / puja / penghormatan kepada leluhur melalui upacara persembahyangan diantaranya 3 sembahyang besar yaitu sembahyang cia gwee (sembahyang menjelang tahun baru imlek), sembahyang cengbeng, sembahyang cit gwee; tradisi yang dilaksanakan oleh leluhur kita merupakan warisan kearifan lokal-budaya-tradisi yang hendaknya kita laksanakan dengan baik. Disamping itu ada sembahyang kecil seperti sembahyang bacang, onde, kue bulan, sembahyang tuang teh ce-it cap-go. Theravāda tidak pernah melarang kita untuk melaksanakan tradisi-tradisi budaya kearifan lokal sebagai bentuk puja kepada leluhur asalkan dilaksanakan sesuai dengan Dhamma artinya ketika kita melakukan puja-penghormatan-persembahyangan tersebut; barang-barang yang kita persembahkan jangan sampai dari hasil pembunuhan (atau mengkondisikan pembunuhan); barang-barang yang kita persembahkan di altar hendaknya adalah barang-barang yang tidak melanggar sīla. Tidak memberi persembahan yang sampai mengorbankan makhluk hidup karena bertentangan dengan Dhamma; lakukan puja yang tidak mengkondisikan pembunuhan; bisa berupa buah, sayur, nasi, kue-kue sudah cukup yang penting adalah rasa bakti kita – hormat kita kepada leluhur tanpa harus dari hasil pembunuhan. Seperti hal-nya kita melakukan puja kepada Sang Buddha; sederhana, kadang kita mempersembahkan buah, lilin, dupa, bunga. Di altar leluhur kita pun dapat kita sederhanakan demikian. Yang penting adalah niat kita puja, penghormatan kita menjunjung leluhur sehingga ketika puja kepada leluhur – kepada orangtua, kita merenungkan jasa baik yang telah beliau-beliau lakukan untuk kita; kita contoh, kita teladani yang baik-baik dari beliau-beliau yang telah mendahului kita. Jangan anti terhadap sesajian, terhadap puja; di dalam sutta-sutta banyak dijelaskan mengenai sesajian / puja seperti di dalam Ratana Sutta dikatakan bahwa mempersembahkan sesajian siang dan malam kepada leluhur, kepada para Dewa; tujuannya adalah untuk menghormat kepada beliau-beliau. Akan menjadi salah jika pemujaan tersebut adalah untuk ‘meminta-minta’. Jangan ketika ada masalah kemudian datang ke altar orangtua untuk minta pertolongan. Pertolongan itu adalah dari Kebajikan sendiri. Memuja, menghormat leluhur adalah Kebajikan yang dapat menjadi sarana asalkan kita menghormat – memuja dengan ketulusan; memuja saja sudah menjadi suatu bentuk Kebajikan, tidak perlu meminta. Jadi jangan salah, jangan meminta-minta di altar leluhur ataupun di altar dewa-dewa. kita memuja adalah melakukan penghormatan, merenungkan jasa-jasa Kebajikan yang pernah beliau lakukan, kita contoh, kita teladani; itulah makna puja yang sesungguhnya. Demikian hal-nya ketika kita memuja di Altar Sang Buddha; bukan untuk meminta-minta melainkan memberi penghormatan kemudian mengenang Kebajikan-kebajikan Sang Buddha, sifat-sifat luhur Sang Buddha yang patut kita teladani; Itulah makna Puja; bukan meminta. Dengan melakukan hal yang benar tersebut maka bathin kita akan berkembang ke arah yang lebih luhur.

5. ‘Ketika kami telah meninggal dunia, ia akan memberikan persembahan mewakili kami’
Harapan orangtua yang kelima dan merupakan kewajiban anak yang kelima adalah semoga ketika mereka meninggal, anak dapat mengurus persembahyangannya dengan baik. Agar anak dapat melakukan jasa-jasa Kebajikan atas namanya. Setiap orangtua pasti mengharapkan ketika dirinya meninggal dunia maka anak-anaknya dapat mengurus persembahyangannya dengan baik dengan upacara-upacara yang sesuai dengan yang diyakini oleh orangtuanya. Anak-anak memiliki kewajiban untuk melaksanakan harapan orangtuanya ini; dengan kata lain melakukan Pattidāna. Ketika orangtuanya sudah tiada, seorang anak hendaknya berbuat baik atas nama orangtuanya. Seperti kegiatan pindapatta pagi ini di sekitar Vihara Sasana Subhasita, ada yang mendanakan voucher dengan menuliskan nama mendiang; ini adalah salah satu bentuk pattidāna-berbuat baik atas nama mendiang yang sudah meninggal; berdana atas nama ‘mereka’. Melaksanakan kewajiban yang kelima ini mengkondisikan tercapainya harapan orangtua yaitu melakukan Kebajikan atas nama orangtua.

Inilah 5 harapan orangtua yang merupakan 5 kewajiban anak terhadap orangtuanya. Semestinyalah kita semua dapat melaksanakan kewajiban kita sebagai anak sehingga dapat mewujudkan harapan dari orangtua kita. Walaupun sudah tidak tinggal serumah, bukan berarti sudah asing. Harus sering-sering mengunjungi dan menghiburnya. Jangan datang ke rumah orangtua ketika ada masalah. Orangtua sudah cukup pusing ketika membesarkan anak-anaknya, jadi janganlah ditambah dengan masalah-masalah yang dihadapi anak. Datang ke orangtua untuk menghibur; bukan untuk menambah masalah baru. Selesaikan masalah sendiri, jangan membebani orangtua. Berikan kabar baik dan membahagiakan saja untuk orangtua. Cobalah berusaha untuk selalu membahagiakan orangtua; kondisikanlah hal-hal yang baik, wujudkanlah kewajiban-kewajiban kita sebagai anak sehingga harapan orangtua bisa tercapai.

Kembali ke 3 jenis orang diawal tadi, yang pertama tidak menyimak sama sekali, yang kedua menyimak tetapi ketika bangkit kemudian melupakan semua Dhamma yang didengarkan; hendaknya kita menjadi yang ketiga yang membawa pulang Dhamma dan laksanakan, kerjakan, praktekkan sehingga Kebajikan bertambah dan bathin kita menuju ke arah yang lebih luhur menjadi lebih baik lagi.

Demikian yang dapat dituliskan kembali. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam pendengaran dan pemahaman. Semoga kita semua mendapatkan manfaat tertinggi dari pengulangan Dhamma ini.

Semoga jasa Kebajikan ini mengalir ke arah kehancuran noda-noda batin,
Semoga jasa Kebajikan ini menjadi kondisi untuk realisasi Nibbāna,
Saya mendedikasikan jasa Kebajikan ini kepada mendiang mama tercinta Ng Kim Suan
Saya membagikan jasa Kebajikan ini kepada semua makhluk,
Semoga mereka semua mendapatkan bagian Kebajikan yang sama dengan saya.

Sabbe sattā bhavantu sukhitattā.
Semoga semua makhluk berbahagia.
Sādhu, sādhu, sādhu. 🙏🏻🙏🏻🙏🏻




Related Postview all

Berkah Dari Melepas

access_time16 Oktober 2025 - 10:42:15 WIB pageview 176 views

PendahuluanHidup adalah rangkaian peristiwa datang dan pergi. Sama seperti tubuh memerlukan makanan dan minuman untuk bertahan hidup, batin kita juga menerima “asupan” dari apa ... [Selengkapnya]

Delapan Cara Buddha Ketika Menghadapi Masa Sulit

access_time24 Desember 2024 - 12:17:32 WIB pageview 3804 views

Namo tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa (3x)Yathāpi rahado gambhīro vippasanno anāviloevaṃ dhammāni sutvāna vippasīdanti paṇḍitāSeperti air di laut yang dalam, jernih ... [Selengkapnya]

Pergi Takkan Kembali - Pembahasan Raṭṭhapāla Sutta

access_time17 Agustus 2024 - 12:49:06 WIB pageview 3441 views

  Namo tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa (3x) Anekajātisaṁsāraṁ, sandhāvissaṁ anibbisaṁ. Gahakāraṁ gavesanto: dukkhā jāti punappunaṁ. Gahakāraka ... [Selengkapnya]

SIGĀLOVĀDA SUTTA

access_time23 Agustus 2023 - 14:03:35 WIB pageview 15739 views

Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x) Mātāpitu upaṭṭhānaṁ Etammaṅgalamuttamaṁti.Membantu Ayah dan Ibu, Itulah Berkah Utama. Berbahagialah Anda yang masih ... [Selengkapnya]

Perayaan Āsādha Pūjā 2567 BE / 2023

access_time14 Agustus 2023 - 15:58:06 WIB pageview 4507 views

Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x) Tumhehi Kiccamātappaṁ, Akkhātāro Tathāgatā’tiEngkau sendirilah yang harus berusaha, Para Tathāgatā hanya menunjukkan ... [Selengkapnya]

menu SASANA SUBHASITA
menu