Berkah Dari Melepas

Puja Bakti Umum
Vihara Sasana Subhasita
Minggu, 10 Agustus 2025
Dhammadesanā: Ramani Lida Melani
Tema Dhamma: Berkah Dari Melepas
Durasi Baca: 8 Menit
Pendahuluan
Hidup adalah rangkaian peristiwa datang dan pergi. Sama seperti tubuh memerlukan makanan dan minuman untuk bertahan hidup, batin kita juga menerima “asupan” dari apa yang kita lihat, dengar, rasakan, dan pikirkan.
Namun, semua asupan itu harus dilepaskan pada waktunya. Bila kita enggan melepas, yang tersisa hanyalah penderitaan.
Ramani Lida Melani memulai dengan analogi sederhana: bayangkan kita makan makanan lezat dan mahal, lalu menahannya di perut karena “sayang” untuk dibuang. Sehari, dua hari, tiga hari, bahkan tujuh hari kita tidak membuangnya. Hasilnya: perut penuh, kembung, sakit, bahkan membahayakan nyawa. Begitu kita berhasil “melepaskan” sisa makanan itu, barulah rasa lega muncul.
Begitulah kehidupan. Peristiwa, masalah, dan kenangan ibarat makanan batin yang masuk melalui pintu indra: mata, telinga, hidung, lidah, kulit, dan pikiran. Jika kita enggan melepasnya ketika waktunya tiba, batin akan penuh dengan kilesa—kekotoran batin—yang menimbulkan penderitaan.
Asupan Batin yang Menimbulkan Kemelekatan
Banyak bentuk “asupan batin” yang membuat kita sulit melepas:
Penglihatan: melihat pasangan bersama orang lain dapat memicu rasa curiga dan kecewa.
Pendengaran: mendengar orang tua memberi perhatian lebih kepada saudara kandung, menimbulkan cemburu.
Sentuhan: tersenggol kasar di pasar, memicu kemarahan.
Pikiran: mengingat perlakuan yang menyakiti, sehingga luka batin terus terasa.
Bahkan hal-hal yang awalnya manis, seperti cinta atau hubungan harmonis, bisa menjadi sumber derita jika kita terlalu melekat.
Kisah Nyata: Luka Karena Gagal Melepas
Ada seorang mahasiswa berprestasi yang mengalami patah hati. Pacar yang ia yakini akan menjadi pendamping hidup memutuskan hubungan secara sepihak. Tidak mampu melepas, ia terpuruk: berhenti kuliah, menutup diri di kamar, dan beberapa kali mencoba mengakhiri hidup.
Orang tua yang sangat menyayanginya menjadi korban kelelahan mental. Sang ibu bercerita, air matanya sudah “kering” karena terlalu sering menangis. Situasi memburuk karena sang anak memandang keluarga sebagai penghalang untuk mengakhiri penderitaannya.
Kisah ini menegaskan: ketidakmampuan melepas adalah pintu bagi kilesa. Kemelekatan bisa melukai diri sendiri dan orang lain secara berkepanjangan.
Kehilangan yang Tak Terduga
Contoh lain datang dari seorang istri yang tiba-tiba kehilangan suaminya. Hanya beberapa jam sebelumnya, sang suami tampak sehat dan gembira. Kepergian mendadak tanpa sakit panjang membuat duka terasa mengejutkan.
Walau kematian yang damai sering diharapkan, orang yang ditinggalkan tetap bisa kesulitan menerima kenyataan. Ramani Lida Melani menegaskan, inilah tanda bahwa meski kondisi kepergian baik, hati yang belum terlatih melepas tetap akan diguncang oleh kehilangan.
Perenungan Ajaran Buddha
Buddha mengajarkan:
“Segala milikku yang kusayangi dan kucintai wajar berubah, wajar terpisah dariku.”
Memahami syair ini bukan sekadar menghafal, tetapi menghayati artinya: apa pun yang datang akan pergi, apa pun yang kita genggam pada akhirnya akan lepas. Tidak ada yang abadi, termasuk diri kita. Kita bisa meninggalkan atau ditinggalkan.
Tanpa pemahaman ini, kilesa seperti lobha (keserakahan dan kemelekatan), dosa (kebencian dan penolakan), dan moha (ketidaktahuan) akan menguasai batin kita.
Usaha, Harta, dan Kemelekatan
Kehilangan tidak hanya berupa orang, tetapi juga harta atau usaha. Sebuah bisnis yang pernah berjaya bisa merosot dan akhirnya tutup. Jika kita tidak siap, kilesa berupa kesedihan, penyesalan, dan kemarahan akan menguasai batin.
Batin yang tidak mau melepas ibarat perut yang menahan makanan busuk—menimbulkan “racun” yang melukai diri sendiri.
Dua Latihan untuk Belajar Melepas
1. Meditasi
Meditasi—terutama Vipassana—melatih kita melihat segala sesuatu sebagaimana adanya: muncul dan lenyap, datang dan pergi. Dengan duduk tenang, mengamati napas tanpa mengatur, pikiran perlahan menjadi hening. Dalam keheningan, kita menyadari hukum ketidakkekalan (anicca) yang menjadi dasar kemampuan melepas.
2. Berdana / Berbagi
Memberi adalah latihan melepas kemelekatan terhadap harta. Harta sejati bukanlah yang kita simpan, melainkan kebajikan yang kita berikan: membantu yang sakit, memberi makan yang lapar, mengucapkan kata baik pada yang gelisah.
Harta duniawi akan kita tinggalkan saat meninggal, tetapi kebajikan akan menyertai kita dalam kehidupan berikutnya.
Bahaya Kemelekatan yang Ekstrem
Ada kisah seorang bhikkhu di zaman Buddha yang melekat pada jubah indah hingga akhirnya lahir kembali sebagai kutu di jubah itu. Pesan moralnya jelas: kemelekatan bisa mengikat kita pada hal yang seharusnya kita tinggalkan, bahkan setelah kematian.
Penutup
Melepas bukan berarti tidak mencintai atau tidak peduli. Melepas adalah memahami bahwa semua yang kita sayangi akan berubah dan terpisah. Dengan meditasi, menjaga sila, mengembangkan cinta kasih, dan kebijaksanaan, kita melatih pikiran untuk tidak terikat berlebihan.
Hidup di dalam Dhamma membuat kita melihat bahwa melepaskan adalah jalan menuju kebebasan—bebas dari kilesa, bebas dari penderitaan, bebas dari rasa kehilangan yang berkepanjangan.
“Segala yang kucintai dan kusayangi wajar berubah, wajar terpisah dariku.”
Ketika ini benar-benar kita hayati, melepas akan menjadi berkah, bukan kehilangan.
Related Postview all
Delapan Cara Buddha Ketika Menghadapi Masa Sulit
Namo tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa (3x)Yathāpi rahado gambhīro vippasanno anāviloevaṃ dhammāni sutvāna vippasīdanti paṇḍitāSeperti air di laut yang dalam, jernih ... [Selengkapnya]
Pergi Takkan Kembali - Pembahasan Raṭṭhapāla Sutta
Namo tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa (3x) Anekajātisaṁsāraṁ, sandhāvissaṁ anibbisaṁ. Gahakāraṁ gavesanto: dukkhā jāti punappunaṁ. Gahakāraka ... [Selengkapnya]
SIGĀLOVĀDA SUTTA
Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x) Mātāpitu upaṭṭhānaṁ Etammaṅgalamuttamaṁti.Membantu Ayah dan Ibu, Itulah Berkah Utama. Berbahagialah Anda yang masih ... [Selengkapnya]
Perayaan Āsādha Pūjā 2567 BE / 2023
Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x) Tumhehi Kiccamātappaṁ, Akkhātāro Tathāgatā’tiEngkau sendirilah yang harus berusaha, Para Tathāgatā hanya menunjukkan ... [Selengkapnya]
Harta Mulia
Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x) Attasammāpaṇidhi ca Etammaṅgalamuttamaṁti.Menuntun diri kearah yang benar, Itulah Berkah Utama. Pagi hari ini kita memiliki ... [Selengkapnya]
 
						


.jpeg)
